Rabu, 25 Januari 2012

KALAU SAYA JADI TKW SETUJUKAH SAYA?

OLEH: BURHANITA

    Saya tinggal di sebuah perumahan dinas yang persis bersebelahan dengan pemukiman padat dan agak kumuh. Sebagian besar ibu-ibu di pemukiman kumuh tersebut menjadi pembantu RT di kompleks perumahan di sekitarnya, termasuk di kompleks saya tinggal. Anak-anak mereka yang balita bersekolah di PAUD (sosia) yang saya kelola di rumah. Tidak jauh dari rumah saya ada 2 penampungan TKI/TKW yang transit beberapa lama sebelum/sesudah diberangkatkan. Jadi kondisi sekitar saya ini akhirnya membuka mata saya tentang kehidupan masyarakat kecil yang berprofesi sebagai pembantu RT baik lokal maupun internasional.
    Mereka tidak satupun yang bercita-cita menjadi PRT. Tingkat pendidikan yang minim (rata-rata tidak lulus SD), kondisi sosial yang kurang mendukung, terlebih himpitan kesulitan ekonomi yang di alami, akhirnya PRT menjadi alternatif cara untuk mendapatkan sesuap nasi dan menghidupi keluarganya. Demikian juga TKW-TKW yang saya temui di tempat penampungan.
    Menjadi TKW sebagai PRT bukan keinginan, apalagi cita-cita untuk mereka. Ini sebuah keterpaksaan untuk bertahan hidup. Apalagi untuk wanita-wanita ini, suami yang seharusnya menjadi penopang kehidupan keluarga, tidak bisa diharapkan untuk memenuhi nafkah keluarga. Jika saya menjadi salah satu dari mereka para TKW TKW ini, lima tahun mendatang saya harus putar otak untuk mencari alternatif pekerjaan lain, karena tahun 2017 pengiriman TKW/TKI akan di hapuskan oleh pemerintah.
    Jika saya menjadi salah satu dari TKW-TKW tersebut, kemana saya harus berteriak untuk agar kondisi jadi kondusif untuk mencari alternatif sumber ekonomi. Pemerintah yang menetapkan pemberhentian pengiriman TKI. Pemerintah juga bertanggung jawab mencari alternatif solusinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar