Rabu, 11 Januari 2012

Catatan di Hari Ibu

Burhanita

Sepulang menonton film “Hafalan Shalat Delisa” bersama anak-anakku yang ABG, tiba-tiba secara spontan salah seorang putriku berkata, “Kalau aku nanti jadi Ibu, aku gak mau sibuk-sibuk seperti Ummi. Gak ada uangnya, mending aku di rumah aja, internetan sambil cari uang, gak usah cape-cape...”. Hmmm, sambil melirik suamiku, aku hanya senyum-senyum dan pasang ‘wajah bijak’. Padahal otakku berputar keras mencari-cari jawaban yang paling tepat. Sambil dalam hati aku beristighfar dan memohon kekuatan pada Allah agar bisa menjadi Ibu yang bijaksana untuk mereka. Sesekali aku dan suami mengeluarkan komentar-komentar singkat untuk memancing agar opini anak-anak keluar semua. Babak pertama ini ditutup oleh suamiku, “Bagaimana, Ummi....? Sekarang giliran Ummi bicara”.
Selanjutnya aku sampaikan, betapa bersyukurnya kita diberi waktu oleh Allah. Sehingga kita bisa punya kesempatan untuk berbuat apa yang kita mau, mencari-cari kesibukan sesuai dengan minat masing-masing. Setiap orang punya cara untuk mengisi waktunya, tetapi nilai amalannya belum tentu sama di mata Allah. Sambil aku selipkan hadis dengan gaya bahasa mereka, orang yang terbaik di sisi Allah adalah orang yang paling bermanfaat untuk orang lain, dan satu-dua keutamaan dawah yang dijanjikan Allah. Intinya, semua kita bisa sama-sama sibuk, tapi nilai kesibukan itu bisa berbeda menurut Allah, dan kita mencari nilai yang terbaik. Tentu saja percakapan tidak selesai sampai disini, aku dan anak-anak masih berlanjut dengan dialog-dialog ‘finishing’, dan anakku pun tidak menunjukkan “sami’na wa atho’na” atas pendapat-pendapatku. Aku hanya berserah, semoga percakapan ini menjadikan fikroh anak-anakku bertambah baik dan kuat. (Subhanallah, selang beberapa hari kemudian, anakku yang bertanya dan adiknya justru yang membantuku menyelesaikan tugas-tugas dawahku, “...biar dapat pahala seperti Ummi”, kata mereka. Alhamdulillah).
Inilah saat-saat berharga untukku, melakukan perjalanan bersama anak-anak. Salah satu waktu ‘emas’ untuk saling berkomunikasi, saat aku sebagai Ibu mencari tahu seperti apa pola pikir mereka, protes-protesnya, keinginan-keinginannya, dst. Saat liburan di rumah, anak-anak melihat ‘24 jam’ aktivitasku. Ingin rasanya waktuku habis hanya untuk mereka. Tapi –ndilalahnya-, bulan ini justru aktivitasku sangat padat dan berbarengan dengan libur mereka. Mungkin ini salah satu ‘resiko’ ikut mengambil peran ‘publik’ setelah peran ‘domestik’. Peran ganda yang menjadi kesepahaman aku dan suami saat memasuki gerbang rumah tangga. Tapi tidak mudah untuk menularkan kesepahaman ini kepada anak-anakku.
Anak-anakku yang ABG bersekolah di lain kota, mereka hanya bersamaku saat-saat libur seperti ini, atau sesekali saat aku menjenguk. Saat demikian, ngobrol bareng menjadi agenda ‘wajib’. Sering aku terkesima dengan cara berfikir mereka yang unik, aneh, luar biasa dan diluar dugaan. Telingaku 100% hak mereka. Saat-saat seperti juga menjadi ajang muhasabahku sebagai seorang Ibu. Delapan belas tahun menjadi Ibu mereka, apa yang sudah aku tanamkan? Terbayang-bayang sebuah hadits Nabi, salah satu wanita yang dijanjikan masuk syurga adalah seorang Ibu yang sangat dekat dengan Allah dan menghasilkan anak-anak yang sholih. Juga kata-kata bijak, “Al-Ummu madrasatun...”. Ibu menjadi sekolah (pertama) untuk anak-anaknya, tetapi tidak ada sekolah untuk menjadi Ibu.
Setiap detik menjadi Ibu, itulah ‘sekolah’ –tarbiyah- Allah untukku, learning by doing. Sepenggal percakapan di atas, itu hanya salah satu sesi dari sejuta sesi kehidupanku sebagai seorang Ibu. Menjadi Ibu bukan sesuatu yang mudah. Buatku ini sangat berat tapi harus dilalui. Bukan sekedar peluh dan air mata, tapi –meminjam istilah kawan- bisa sampai ‘berdarah-darah’. Luar biasa membutuhkan kesabaran, kecerdasan, keikhlasan yang 3K (konstan, konsisten dan konsekuen), serta ketergantungan yang sangat kepada Allah. Mereka adalah amanah yang dititipkan-Nya padaku, sementara aku adalah seorang Ibu yang masih penuh kekurangan dan kelemahan. Semoga Allah senantiasa membimbingku agar bisa menjadi Ibu yang baik untuk anak-anakku. Amin.


Jazakumullah anak-anakku,
Atas kado “Hari Ibu” terindah kalian....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar